ihei

Beranda » ayah » MENJADI AYAH YANG AMANAH

MENJADI AYAH YANG AMANAH

MIUMI-Bachtiar-Nasir1

 

Oleh : Ust. Bachtiar Nasir, Lc

 الحمد لله الكريم الرحمن علم القرأن خلق الإنسان علمه البيان. أشهد أن لاإله إلا الله وأشهد أن محمدا رسول الله. اللهم صل على محمد وعلى آل سيدنا محمد. قال الله تعالى فى كتابه العزيز: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (آل عمران :102)

anak adalah titipanKesempatan berbahagia ini, saya akan mengajak jama’ah Rahimakumullahu membicarakan tentang amanah seorang ayah, agar kita menjadi ayah amanah. Bukan berarti adik-adik yang masih muda dan anak-anakku sekalian tidak saya ajak berbicara dalam hal ini. Anggap saja, ini adalah nasehat orang tua kepada kalian, adik-adik pemuda dan anak-anakku sekalian.

Ternyata, menikah itu tidak cukup hanya dengan cinta dan kerja. Walau orangtua jika ingin menikahkan anaknya yang repot disiapkan adalah gedungnya, pelaminannya, ceteringnya bahkan na’udzu billah, ma’shiyatnya juga dipersiapkan.

Yang harus dipersiapkan adalah mencari pasangan yang suci dengan cara mensucikan diri. Selain bekerja, yang diperlukan adalah belajar psikologi pernikahan. Tidak boleh menikah sebelum punya ilmunya. Jika dilakukan, maka hal itu akan menambah deretan sengsara perempuan. Dimana, zaman sekarang prosentase perceraian sangat tinggi. Dan yang paling tinggi bukanlah suami yang mentalak istrinya, tetapi perempuan yang minta dilepas dari suami karena gagal menjadi suami dan ayah amanah. Jangan menikah sebelum punya ilmunya dan membaca fikh nikah. Perlu juga belajar ilmu parenting, jangan seperti yang terlanjur menjadi ayah, tapi tidak tahu bagaimana menghadapi dan mendidik anak. Kalian harus belajar ekonomi keluarga, paham ilmu reproduksi dan psikologi perempuan agar tidak menjadi teladan buruk bagi anak-anak. Sebab, ayah yang sering jahat kepada istrinya akan menjadi bencana didalam rumah tangga. Ayah yang sering melakukan kekerasan dalam rumah tangga, tidak memberikan perhatian yang benar terhadap istrinya akan menjadi contoh buruk bagi anak-anaknya.

Contoh Ayah Amanah

Sidang jum’at Rahimakumullah

أَمْ كُنتُمْ شُهَدَاء إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِن بَعْدِي قَالُواْ نَعْبُدُ إِلَـهَكَ وَإِلَـهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَـهاً وَاحِداً وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ (البقرة: 133)

“Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”. (Al Baqarah: 133)

Ini adalah contoh ayah amanah, yaitu kisah Ya’qub Alaihissalam bersama anak-anaknya. Ya’qub sebagai pribadi seorang Nabi memang sudah sabar dan menyampaikan amanah. Namun, apakah amanah tersebut sudah sampai dengan cara yang benar kepada anak-anaknya. Sehingga menjelang kematiannya, beliau harus kroscek sekali lagi dengan bertanya, “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?”. Jawaban pertanyaan ini akan menentukan apakah setelah meninggal beliau bakal bahagia menjadi seorang ayah yang amanah atau tidak amanah dihadapan Rabb-Nya. Dan alangkah bahagianya beliau karena telah menjadi contoh teladan ayah yang amanah. Sebab, anak-anaknya menjawab dengan tiga jawaban, “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”.

Jawaban tersebut merupakan kriteria amanah atau tidak amanah dihadapan Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Sebagai putra atau putri, kita bisa menjadi buah hati dan membahagiakan ayah kita jika telah mempunyai tiga hal seperti anak-anak Ya’qub.

Yaitu ketika anak-anak Ya’qub menjawab, “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”, selepas kepergian ayah.

Menarik sekali, karena anak Ya’qub tidak langsung menjawab, “kami akan menyembah Allah”. Kenapa menarik? Karena kalimat tersebut menggambarkan bahwa Ya’qub sukses memasukkan pendidikan yang benar kepada anaknya, dan anaknya bangga terhadapnya. Sekarang lihat sekeliling kita sehari-hari, berapa banyak anak yang benci terhadap anaknya? Berapa banyak anak yang nge-fans kepada ayahnya? Berapa banyak anak yang memilih lebih berada di kamarnya, disaat ayahnya pulang? Tidak bangga dengan ayah dan keluarganya.

Berbeda dengan anak-anak Ya’qub, “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq”. Tentu yang dimaksud adalah Allah Ta’ala. Namun ayah dan kakek mereka telah menjadi agen pembentuk tauhid didalam jiwa anak cucunya.

Boleh jadi keluarga yang bercerai itu karena Allah. Memang harus begitu aturan syari’atnya. Kalau memang hukum Allah tidak bisa ditegakkan kecuali dengan bercerai, maka bercerailah. Seperti Ibrahim Alaihissalam yang meminta putranya Ismail menceraikan istrinya, dan kemudian Nabi Ismail Alaihissalam pun menceraikannya.

Imam ath Thabariy didalam tafsirnya menyebutkan riwayat dari Ibnu Abbas bahwa setelah Hajar meninggal dunia lalu Ismail menikah dengan seorang wanita. Kemudian Ibrahim meminta izin kepada Sarah untuk menjenguk Hajar dan Sarah pun mengizinkannya dengan syarat tidak tinggal di sana. Ibrahim pun tiba di sana dan ternyata Hajar telah meninggal dunia lalu dia pun mendatangi rumah Ismail. Ibrahim berkata kepada istrinya, ”Dimana suamimu?” Wanita itu menjawab, ”Tidak ada di sini, dia sedang pergi berburu.” —Ismail pada saat itu keluar dari al Haram untuk berburu— Ibrahim berkata, ”Apakah engkau memiliki jamuan, apakah engkau mempunyai makanan atau minuman?” Wanita itu menjawab, ”Aku tidak memiliki sesuatu, tak sesuatu pun aku memilikinya.” Ibrahim berkata, ”Jika suamimu datang maka sampaikan salam kepadanya dan katakanlah,’Hendaklah dia merubah ambang pintunya! Lalu Ibrahim pun berlalu.

Tak lama kemudian Ismail pulang dan dia mencium kedatangan ayahnya dan berkata kepada istrinya, ”Apakah ada seseorang yang datang”? Istrinya menjawab, ”Ada seorang kakek yang datang, sepertinya dia menyembunyikan tentang dirinya. ”Apa yang dikatakan orang itu kepadamu”? Istrinya menjawab, ‘Dia mengatakan kepadaku, “Sampaikan salam kepada suamimu dan katakanlah kepadanya, “Hendaklah dia merubah ambang pintunya”. Setelah itu Ismail menceraikannya dan menikah dengan wanita yang lain.

Keluarga rusak adalah keluarga yang gagal menanamkan nilai-nilai tauhid di dalam rumah tangga. Orang tua gagal adalah orang tua yang dititipi anak oleh Ta’ala, tapi ia titipkan anaknya ke sekolahan, fakultas luar negeri di Amerika, Eropa dan sebaginya. Anaknya pulang menjadi penegak sistem jahiliyyah! Umat Muhammad tapi khianat kepada Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.

Berapa banyak anak-anak yang kita sekolahkan dan doakan agar pintar, tapi lulus dari fakultas ekonomi dan sebagainya, hanya merestorasi sistem kapitalis, sosialis di Indonesia. Kelihatannya mereka bahagia karena dipenuhi semua kebutuhan materi, makan malam mewah, liburan, rekreasi kesana sini, tetapi jika cinta Allah tidak ditanamkan dalam jiwa anaknya, maka ia disebut dengan ayah yang gagal dan tidak amanah.

Fenomena Ayah Lapar

Ada banyak fenomena sosial, sepertihalnya fenomena lapar ayah. Persoalan sosial yang terjadi di masyarakat sekarang bersumber dari ayah yang gagal dan tidak amanah. Lihatlah geng motor itu! Sebetulnya anak geng motor adalah anak-anak yang kurang asupan dialog dari orang tuanya. Anak-anak yang salah mengalokasikan nyali keberaniannya, akibat ayah bisu dirumahnya. Ayah yang tidak mampu mentransformasikan nilai-nilai kebenaran, kejujuran, keberanian kepada anak-anaknya.

KPK telah melakukan penelitian pada sebuah kota besar di Jawa Tengah dengan tema besarnya adalah “Berani, Jujur Itu Hebat”. Apa yang terjadi? Kalau ingin menanamkan kejujuran, harus dimulai dari rumah. Kita tidak bisa banyak berharap dari pemerintahan dan sistem yang berlangsung sekarang. Karena kita tahu, yang bakal menang dan menjadi pemimpin Indonesia menurut piramida pemilihan adalah pemimpin yang dipilih oleh oleh orang yang tidak mengerti (bodoh) bukan pemimpin yang dipilih oleh orang pintar dalam system demokrasi liberal seperti ini. Dan satu-satunya lembaga yang mendidik kejujuran anak adalah di dalam rumah tangga.

Yang menarik dalam penelitian tersebut bahwa salah satu kota besar di Jawa Tengah tersebut, umumnya anak-anak tidak lagi percaya kepada orang tuanya soal kejujuran. Dan ini berbahaya, sebagaimana ketidak percayaan publik kepada pemimpinnya. Dimana letak bahayanya?

Sebuah penelitian terhadap Seven Eleven yang merupakan tempat nongkrong anak-anak yang sudah tidak percaya lagi kepada orangtuanya. Ada sebuah twitter (group) dimana menjadikan standar kedewasaan anak remaja adalah pada tingkat keberanian mencela ayah. Kode mereka adalah “bangs” kependekan dari kata “bangsat”.

Seiring dengan perkembangan zaman, gaya hidup yang dimunculkan seringkali tidak biasa atau terlihat menyimpang. Lihatlah fenomena banci, lesbi atau gay yang berkembang di masyarakat,  mereka telah membentuk suatu komunitas yang disebut dengan LGBT (lesbian, gay, biseksual, transgender). Konon kabarnya, anggota mereka mencapai jutaan orang. Sudah banyak anak SMP dan SMA terindikasi menjadi lesbian dan gay. Akibat dari ayah yang kurang update. Sang ayah hanya tau berangkat pagi pulang malam, bila liburan ia bermain golf dan hobi lainnya, ia merasa sudah menjadi seorang ayah padahal ia adalah ayah yang bisu. Sehingga anak-anaknya menjadi lapar pelukan, belaian, dan berdialog  dengan ayah mereka. Karena sang ayah tidak mengerti bagaimana cara berdialog dengan anak-anaknya.

Lalu apa yang harus dilakukan jika ingin menjadi ayah amanah?

Sebelum para orang tua menyesal seperti khawatirnya Ya’qub menjelang kematiannya. Maka lakukanlah hal-hal terbaik untuk anak-anak.

Bagi yang masih mempunyai anak balita, hadiah terhebat untuk balita kita bukan boneka, mainan, game up to date, namun yang dibutuhkan mereka adalah banyaknya waktu kita bersama dengan mereka, bukan materi. Kalau kita gagal mendidik istri, padahal istri adalah agen untuk menanamkan nilai-nilai tauhid, cinta dan ittiba’ kepada Rasulullah, maka kita pun termasuk suami yang gagal.

Adik-adikku sekalian, janganlah kalian pacaran, sebab kalian akan salah mencari pasangan. Minta tolonglah kepada ayah kita. Kalau ingin bertanya tentang kehidupanmu, jangan sombong terhadap ayah. Karena mandiri dan sok mandiri bedanya tipis. Anak sok mandiri biasanya mengambil keputusan apa saja terkait sekolahan, pilihan ekstrakurikuler atau pertemanan, tidak mau dialog dengan ayahnya. Berbeda dengan anak mandiri, ia selalu berpegang teguh pada dua hal. Yaitu, sebelum mengambil keputusan dalam hidup, ia istikharah kepada Allah baru kemudian berdialog dengan ayahnya. Sebab, tidak akan menyesal orang yang bermusyawarah.

Sidang jum’at Rahimakumullahu

Cobalah kita para orang tua mencontoh Imran dan istrinya Imran. Kenapa Imran punya anak hebat seperti Maryam. Dan Maryam punya anak hebat seperti Isa Alaihissalam. Karena sebenarnya, istrinya Imran tidak ingin punya anak, namun ia harus beranak sebagai titipan dari Allah Ta’ala. Istri Imran berdoa ketika hamil,

إِذْ قَالَتِ امْرَأَةُ عِمْرَانَ رَبِّ إِنِّي نَذَرْتُ لَكَ مَا فِي بَطْنِي مُحَرَّراً فَتَقَبَّلْ مِنِّي إِنَّكَ أَنتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ{35} فَلَمَّا وَضَعَتْهَا قَالَتْ رَبِّ إِنِّي وَضَعْتُهَا أُنثَى وَاللّهُ أَعْلَمُ بِمَا وَضَعَتْ وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالأُنثَى وَإِنِّي سَمَّيْتُهَا مَرْيَمَ وِإِنِّي أُعِيذُهَا بِكَ وَذُرِّيَّتَهَا مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

“(ingatlah), ketika isteri ‘Imran berkata: “Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menadzarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang shaleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nadzar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. Maka tatkala isteri ‘Imran melahirkan anaknya, diapun berkata: “Ya Tuhanku, sesunguhnya aku melahirkannya seorang anak perempuan; dan Allah lebih mengetahui apa yang dilahirkannya itu; dan anak laki-laki tidaklah seperti anak perempuan. Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau daripada syaitan yang terkutuk”. (Ali Imran: 35-36)

Memilih Guru Untuk Anak

Ada yang menarik dari kisah Imran dan istrinya terkait siapa yang akan menjadi pengasuh dan pendidik anaknya. Sebab, Imran dan istrinya tidak ingin sembarangan mencari guru untuk anaknya. Akhirnya Zakaria Alaihissalam pun terpilih melalui seleksi. Allah Ta’ala berfirman,

ذَلِكَ مِنْ أَنبَاء الْغَيْبِ نُوحِيهِ إِلَيكَ وَمَا كُنتَ لَدَيْهِمْ إِذْ يُلْقُون أَقْلاَمَهُمْ أَيُّهُمْ يَكْفُلُ مَرْيَمَ وَمَا كُنتَ لَدَيْهِمْ إِذْ يَخْتَصِمُونَ

“Yang demikian itu adalah sebagian dari berita-berita ghaib yang kami wahyukan kepada kamu (Ya Muhammad); padahal kamu tidak hadir beserta mereka, ketika mereka melemparkan anak-anak panah mereka (untuk mengundi) siapa di antara mereka yang akan memelihara Maryam. dan kamu tidak hadir di sisi mereka ketika mereka bersengketa”. (Ali Imran: 44)

Ayat di atas menggambarkan tentang sebuah peristiwa ghaib yang tidak dihadiri oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam. Peristiwa itu adalah kisah tentang Imran. Ketika itu, Imran yang telah memiliki putri yang suci bernama Maryam, ingin mencari orangtua asuh yang bisa mendidik dan mengukir karakter baik pada anak putrinya itu. Allah Ta’ala mewahyukan kepada Imran, agar setiap orang yang ingin menjadi orangtua asuh atau pendidik putrinya itu adalah orang-orang terpilih, di antara adalah para rahib. Dan rahib yang boleh mendidik dan mengukir karakter putrinya itu, adalah orang yang sudah mengikuti ‘seleksi’ dengan cara melemparkan pena yang biasa digunakan untuk menulis Taurat ke atas sungai yang deras alirannya. Setelah pena tersebut dilemparkan dan semua pena terbawa arus, uniknya, hanya ada satu pena, yaitu pena Zakaria, yang tidak ikut terbawa arus, bahkan melawan arus sungai. Ini menjadi indikator, bahwa Zakaria lah yang pantas untuk menjadi orangtua asuh bagi Maryam.

Ini menjadi gambaran bagi orangtua, siapa yang harus menjadi pendidik anak kita. Lembaga pendidikan mana yang harus kita pilih untuk menjadi pendidik yang mengukir karakter anak kita. Jangan sembarang guru. Kata kuncinya adalah cari guru yang diberkahi. Maksud yang diberkahi adalah yang bisa menanamkan ke dalam qalbu (hati) anak kita tentang ketauhidan ‘La ilaha illallah’. Agar di akhir hayat, kita termasuk orangtua yang lulus seperti Ya’qub ketika bertanya kepada anak-anaknya saat sakaratul maut. “Wahai anak-anakku, jelang sakaratul maut-ku ini, aku ingin bertanya kepada kalian, selepas kematianku nanti, siapakah yang akan kalian sembah?” Ini menjadi indikator keberhasilan orangtua dalam mendidik anaknya. Dan ukurannya adalah jika sepeninggalan orangtua, anaknya tetap menjadikan Allah Subhanahu Wa Ta’ala sebagai sesembahannya.

Kesalahan orangtua selama ini dalam memilih lembaga pendidikan dan guru privat bagi anaknya adalah tidak bermula dari keberkahan. Lembaga pendidikan yang dicari selalu yang terkenal, yang fasilitasnya mewah, yang ekstra kurikulernya begini dan begitu, atau yang alumninya atau lulusannya bisa ke luar negeri. Orangtua harus mencari lembaga pendidikan anak yang mengindikasikan tentang ‘La ilaha illallah’ dan menanamkan rasa takut dan malu kepada Allah Ta’ala dengan ilmunya, ketika sang anak lulus dari lembaga pendidikan tersebut. Dimana rasa malu dan ilmu tersebut jarang dimiliki oleh kebanyakan manusia, sekalipun ia adalah professor.

Lalu guru yang bagaimana yang harus kita carikan untuk anak kita? Cari guru yang berkah, yang mampu mengukir jiwa tauhid anak-anak kita. Seperti kisah tentang pena para rahib di atas tadi. Maknanya begini, setiap anak terlahir akan berhadapan dengan “agama-agama manusia” yang dipaksakan untuk masuk ke dalam benak anak-anak kita. Kita harus mencari guru yang berkah, agar yang masuk ke dalam benak anak kita adalah agama Allah Ta’ala walaupun harus bertentangan dengan keadaan dan berbeda dengan sistem. Kalau sudah dapat guru seperti itu, berbahagialah. Dan guru itu adalah dimulai dari orangtua. Dan kita para orangtua, yang harus mengukir jiwa dan karakter anak kita dengan ketauhidan dan agama Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Kalau sekolahan punya kurikulum, maka kitapun seharusnya mempunyainya. Sebenarnya kurikulum tersebut telah dicontohkan oleh Luqman kepada anaknya dan diabadikan Allah Ta’ala di dalam surah Luqman ayat 12-19. Diantara isi pelajaran tersebut adalah:

1)      Syirik merupakan kezaliman yang besar

2)      Ma’rifatullah

3)      Mendirikan shalat

4)      Menyuruh manusia mengerjakan yang baik dan mencegah mereka dari perbuatan yang mungkar

5)      Bersabar terhadap musibah yang menimpa.

6)      Tidak memalingkan muka dari manusia karena sombong

7)      Tidak berjalan di muka bumi dengan angkuh

8)      Merendahkan suara

Mudah-mudahan kita semua bisa menjadi ayah yang amanah dan tidak termasuk ayah yang kehilangan anaknya. Dan mudah-mudahan Allah Ta’ala menjadikan anak-anak kita shalih dan shalihah. Yang dibutuhkan cuma satu, jadilah ayah pemberani. Berani meninggalkan apa saja demi pendidikan anak, berani mengorbankan waktu dan hobi demi mendidik, menemani dan menolong anak, berani berhenti dari semua ambisi dan hobi agar kembali mendidik anak dengan benar. Dan semua itu tidak bisa terjadi kecuali dengan pertolongan Allah Ta’ala.

بارك الله لي ولكم في القرآن العزيزونفعني وإياكم بما فيه من الآيات و الذكر الحكيم، وتقبل مني ومنكم تلاوته إنه هو الغفور الرحيم

Khutbah Kedua

Para ayah, jika ingin rezeki anakmu tercukupkan tidak usah pusing, perbanyak doa seperti doa Ibrahim untuk Ismail. Kalau ingin punya keluarga tercukupkan, dan kita tidak seperti orang linglung dalam mencari dunia. Kita sibuk membesarkan dan menyekolahkan anak tapi pikiran dan hati anak dirampok oleh sistem jahiliyah. Apa yang harus kita lakukan? Minimal adalah berdoa seperti doanya Nabi Ibrahim Alaihissalam..,

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلاَةِ وَمِن ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاء{40} رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ

Ya Tuhanku, jadikanlah Aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, Ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku. Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)”. (Ibrahim: 40-41)

Apa yang terjadi setelah Ibrahim Alaihissalam berdoa di atas? Allah Ta’ala memerintahkan Jibril untuk meletakkan ujung sayap kanannya dekat tumitnya Ismail Alaihissalam, setelah itu air zam-zam keluar dan tidak pernah kering selamanya.

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيماً.

اللهم اغفر للمسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات الأحياء منهم والأموات، إنك سميع قريب مجيب الدعوات، يا قاضي الحاجات.

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِن لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ. اللهم إنا نسألك رضاك والجنة ونعوذ بك من سخطك والنار. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَاماً . رَبِّنا اجْعَلْنا مُقِيمَ الصَّلاَةِ وَمِن ذُرِّيَّتِنا رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاء، رَبَّنَا اغْفِرْ لِنا وَلِوَالِديناَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

Disampaikan pada Khutbah Jum’at 17 Januari 2014.

sumber : http://www.darussalam-online.com


Tinggalkan komentar